Saatnya untuk berlari!

Oleh : Ahmad M. Alawi


       Masa remaja disebut sebagai masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, sering pula disebut sebagai masa ‘semu-dewasa’, artinya, masa remaja itu adalah masa perkembangan menuju kedewasaan dan belumlah bisa dikatakan dewasa secara utuh. (halah, dari tadi muter mulu)

       Di kultur kemasyarakatan Indonesia dan kultur dunia secara luas, masa remaja normalnya diisi dengan kegiatan belajar alias se-ko-lah. Yup, sekolah!  (apa seh sekolah?) secara resminya, oxford dictionary menyebutkan sekolah adalah an educational institution or a group of artists, philosopher, etc sharing similar idea, give intellectual or moral instruction to teach. (apaan?!)
       Jelas gak paham.

       Pokoknya sekolah ya sekolah, tempat kita belajar. Tempat dapat tugas, tempat ngumpul ama temen, tempat ngerumpi, tempat nyontek waktu ulangan, tempat makan jajan sembunyi-sembunyi pas pak berewok   ngejelasin materi, tempat perang-perangan kalo gak ada guru yang ngisi kelas, dan-yang paling hebat-sekolah adalah tempat nyari pacar! Wow. ^0^ betapa hebat arti sekolah :D

       Intinya, sekolah adalah tempat kita berkembang. Sekolah dalam prosesnya telah menjadi tempat perkembangan seorang remaja dengan segala jungkir-baliknya. Titik.


       Semua kegiatan remaja kebanyakan berada di sekolah (apalagi yang full-school), itulah kenapa selain berfungsi sebagai tempat pengajaran, sekolah juga sebagai tempat pembentukan karakter seorang remaja.

       Sekolah punya berbagai tingkatya sesuai umur dan kemampuan belajar serta kurikulum juga tanggal pertama masuk sekolah bagi seseorang, mencakup PAUD; TK; SD; SMP; SMA. Karna objek kita adalah remaja, SMA adalah tingkat sekolah yang menjadi bahasan.

       Seperti yang sudah kita ketahui, masa SMA adalah salah satu dari masa sekolah ini. Di kalangan public (public remaja, Al) masa SMA juga punya banyak julukan, mengambil karakteristik warna seragam umum SMA yang atasannya putih dan bawahannya abu-abu, masa SMA dinamai dengan ‘masa putih abu-abu’.

       Membahas masa putih abu-abu, guys. Menurut kalender pendidikan nasional, bulan april besok adalah bulan pertempuran, bulan ujian, bulan perang, perang yang akan menjadi penentu nasib arek-arek SMA dan penyelesaian dari tiga tahun peringas-peringis di kelas. Bumi gonjang-ganjing!

       Nah, menghadapi hal ini, banyak sekali yang bertanya (termasuk saya, karna saya juga masih SMA), “Apa yang mau saya lakukan nanti setelah sekolah SMA saya selesai?”  melihat bahwa sekolah adalah tempat kita belajar, masa menuju kedewasaan, masa membentuk dasar yang kokoh, kaki yang kuat, dan melihat bahwa saya-kita semua-akan menjadi dewasa yang seutuhnya. Maka, dengan kaki yang sudah kita bangun-semasa SMA. Inilah; saatnya berlari!

^_^

       Pertanyaannya, guys. Kearah mana kita akan berlari?
       Disini ada beberapa option yang dapat dipilih (dan sesuai dengan survei acak) ;

       Pertama, adalah Menikah, atau kawin, atau bikin keluarga, atau nyari suami, bersuami, nyari laki, atau nyari istri, beristri, nyari bini, atau bikin anak, atau beranak, atau melestarikan generasi, atau memperbaiki keturunan, atau memenuhi kebutuhan biologis, atau menerapkan pelajaran biologi di sekolah bab reproduksi, atau mempraktikkan teori geneologi, atau membuktikan teori Darwin, atau_ terserahlah, ribet amat sama nama.

      Dari sekian banyak, ternyata pilihan ini termasuk pilihan favorit, dan sebagian besar dari penganut madzhab ini adalah cewek. Wuih, hehehe. Ada banyak penyebab kenapa option ini menjadi pilihan favorit cewek, salah satunya adalah karna; e-nak (kawin kan enak, ya toh?) dimana status cewek dalam keluarga adalah sebagai ‘penerima’ (termasuk menerima penderitaan). Namun, penyebab paling dominan dari keadaan ini sebenarnya adalah anggapan masyarakat bahwa wanita dianggap lemah, tidak produktif, dan lebih baik duduk di rumah daripada mengejar impian tidak jelas. Maka akhirnya, pilihan yang ‘enak’ ini kebanyakan dipilih oleh cewek. (tidakkah ironis?)

       Option kedua adalah Bekerja. Melihat sisi ekonomi keluarga yang pas-pasan, keinginan untuk segera mendapat penghasilan, dan melihat kenyataan ijazah SMA sudah bisa dipakai melamar kerja, maka bekerja menjadi salah satu pilihan favorit juga diantara banyak pilihan lain. Banyak sekali rupa-rupa ‘kerja setelah SMA’ yang dapat kita temui di lingkungan dan masyarakat kita, mulai dari ikut keluarga, ikut tetangga, kerja kuli atau pabrikan, hingga TKI. Banyak dari sekian pekerja yang dulunya mempunyai impian-impian tinggi, mungkin waktu kecil ada yang ingin jadi dokter, insinyur, guru, atau segala macam profesi ‘sukses’ yang mereka angan-angankan, “apalah daya” kata AL (inisial), “kenyataan memang tak seindah mimpi, bermimpilah setinggi langit, jatuhmu ke bumi juga.” Ini menunjukkan keterpaksaan dalam menghadapi nasib. (tidakkah ironis juga?)

       Namun di sisi lain yang sama dominannya, banyak memang dari sekian yang telah merencanakan untuk bekerja, tidak mau mengulur waktu dan segera menggaet kesempatan yang ada adalah salah satu alasan. Berpikir maju dan tidak mau ketinggalan. Inovatif dan produktif. Dari awal, golongan yang  ‘ini’ memang berniat kerja. 

       Yang menjadi pilihan ketiga adalah Pengangguran. Ini adalah pilihan paling buruk, ‘tidak melakukan apa-apa’. Mau nikah gak ada yang ngarepin, ngelamar kerja juga ditolak. Tidak ada inovasi, tidak ada semangat, sayu, terpuruk, gulita, sunyi, sepi, dan gelap. (woi!) :D saatnya bangun dari mimpi, sob, semua penyakit ada obatnya, setiap kesulitan ada jalan keluarnya. jangan mau jadi pengangguran. Berteriak dan lakukanlah banyak hal!

       Memang di Indonesia masalah pengangguran termasuk kategori masalah super, dengan peristiwa PHK massal pada zaman orde baru keturunan budaya lemas pun merajalela ke berbagai kalangan. Lapangan kerja yang tidak sebanding dengan jumlah permintaan kerja, belum lagi masalah infrastruktur hingga suprastruktur ekonomi lainnya, menyebabkan masalah ini tidak mudah diselesaikan. Tapi, kenapa kita harus menyerah pada keadaan? Kenapa tidak kita yang menciptakan lapangan kerja? (woi!) :D buka mata, sob. Berteriak dan lakukanlah banyak hal!

       Dan option keempat dari daftar option yang paling banyak diminati, adalah Kuliah. (horeee! \(^0^)/) kuliah secara kasarnya adalah lanjutan dari sekolah, jadi, kembali ke oxford (huuuu! (--‘)) school is an educational institution or a group of artists, philosopher, etc sharing similar idea, give intellectual or moral instruction to teach. (aakkhh..!) yayaya. Aku tau kepalamu mau meledak.  (--')

       Jadi biar semua orang paham, kuliah itu artinya ‘sekolah untuk anak gede’. Kuliah itu sekolahnya orang-orang keren. Kuliah itu tempatnya ngelakuin eksperimen-eksperimen hebat. Kuliah itu sekolah yang ‘bebas’, pake baju bebas, masuknya juga gak pake apel pagi, gak pake upacara bendera yang ngebikin kaki pegel kulit item, gak ada pak brewok (aseekk \(^0^)/), ada senior cowok-cewek semlohay. Wuasyeek dah pokonya. :D tapi tunggu dulu, kuliah juga berarti makalah, paper, tugas, karya ilmiah, dosen killer, begadang, eroristik input otak sehingga kepala berasap, dan masih banyak bejibug lain yang bisa kita temui. Tapi biar tidak ambigu, mari kita baca; kuliah, adalah unsur lanjutan dari pendidikan menengah, apa yang dipelajari di kuliah adalah perincian dan penerapan dari apa yag di pelajari di masa sekolah. Di kuliah juga ada semacam ekstrakulikuler layaknya di sekolah, namun istilahnya berubah menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa atau disingkat UKM. Ada juga evolusi OSIS dengan nama BEM. 

       Sekolah adalah salah satu sarana pendidikan begitu juga kuliah, maka melanjutkan kuliah setelah masa SMA adalah jalan yang lurus (shirothol mustaqim). Bisa kita lihat dalam kenyataan sehari-hari dan apa yang kita tau dari opinion makers bahwa kebanyakan remaja melanjutkan kehidupannya dengan kuliah setelah masa SMA, banyak sekali alasan yang mendasari langkah ini seperti banyaknya alasan-alasan yang juga mendasari   langkah lain. AL (inisial) menyebutkan salah satunya, AL mengatakan jenis pekerjaan dan gaji yang didapat (termasuk pangkat dan unsur pekerjaan lain) juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. Ini masih satu alasan. Alasan lain menyebutkan strata social juga akan jadi meningkat dengan banyaknya titel sarjana yang didapatkan seseorang, hal ini berhubungan dengan pengakuan social. Yang lain lagi mengatakan dengan kuliah kita jadi lebih pintar, lebih tau tentang sesuatu, SDM semakin meningkat dan berimbas pada peningkatan peradaban, kesejahteraan social, dan segala unsur lain yang tak perlu repot-repot saya sebutkan. Akhirnya, dengan meningkatnya pengetahuan, iptek, imtaq, SDM, SDA juga, dan seluruhnya itu, Negara pun semakin maju. Kesejahteraan social –yang sudah saya sebutkan tadi- akhirnya meningkat dan masyarakat menuju madani. 


       Yah, apapun semua alasan politis teoritis tak etis itu, yang paling saya suka tetap satu, seperti kata Chanchad Allizzwell; aku belajar karna aku suka ilmu pengetahuan, aku tidak memerlukan alasan apapun untuk tahu kenapa jariku ada sepuluh, aku hanya ingin tahu dan tahu lebih banyak, karna ketika aku tahu, disanalah aku merasa bahagia. ^_^

Lagipula, dengan ilmu pengetahuan yang lebih banyak
Bukankah kita bisa membantu orang lain lebih banyak pula? 
“Aku bahagia ketika aku mengerti lebih banyak.”- Chanchad Allizzwell 
Pro Duck Saatnya untuk berlari! By Pro Duck Published: 2013-03-14T11:32:00+07:00 Saatnya untuk berlari! 4.5 758 reviews

Belum Ada Komentar

Post a Comment

ads